Seni Mencintai
Pernah ga penasaran, kalau manusia hanya punya akal dan tidak punya hati, mungkin gak ada yang namanya tertekan. Semuanya akan berjalan lebih baik dari pada mesin. Hukum akan lebih baik karena tidak diborong hawa nafsu. Tidak ada yang namanya hasad, iri, dengki, dan yang paling menyenangkan, tidak akan ada pressure yang membuat kita stress.
Tapi ibaratkan hati adalah sebuah sumber empati, kita tahu bagaimana semisal ada orang yang hidup tanpa empati. Tanpa ada emosi. Psikopat mungkin menjalani hidup hampir seperti itu. Tahu apa yang dilakukannya? bertahan hidup. Hanya itu. Yang dilakukan olehnya hanyalah apa yang mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri. Selainnya? Kenapa harus ada istilah membantu orang lain? Kenapa harus kita bersusah-susah demi masalah orang? Tak ada alasan untuk melakukan itu semua.
Hidup tanpa hati sama kacaunya seperti hidup tanpa akal. Keduanya disimpan sepaket di tubuh manusia. Kalau mau membandingkan makhluk hidup, hewan dan manusia sebenarnya bukan berbeda dari akalnya saja. Tapi juga dari empati, emosi, dan rasa mencintai.
Sakit, bahagia, senang, sedih, semuanya satu paket membersamai kehidupan manusia. Aku pernah berpikir kalau aku iri dengan malaikat yang diperintahkan Allah untuk terus beribadah tanpa hawa nafsu. Seakan sudah terinstal software paling cihuy untuk tidak pernah bermaksiat. Tapi, kalau dipikir lagi bagaimana manusia diciptakan menjadi khalifah di bumi, posisinya sudah benar-benar beda urusan dengan malaikat. Karena manusia ya manusia. Sudah diciptakan dengan paket emosi, hawa nafsu, akal dan lainnya.
Kalau kita berpikir hati menjadi ladang gelisah dan merana, kita mungkin lupa kalau kita juga mencintai pakai hati. Manusia makhluk yang halus, punya empati. Disitu sebenarnya kadang bagaimana semua berasal. Kemana empati kita mengarah, apa yang kita cintai, apa yang kita sukai, apa yang kita ingin raih, semuanya disimpan di hati. Bahkan dalam melakukan segala kegiatan termasuk ibadah, yang dinilai pertama ya hati. Apakah karena Allah semata, atau ada alasan lain?
Dengan hati juga, kita mencintai Allah. Dengan hati, kita tergerak membantu orang lain. Hati adalah rahmat. Cinta adalah rahmat. Rasa suka terhadap sesuatu adalah fitrah, namun kemana rasa itu bermuara, hal itu yang sering menyesatkan kita.
Lalu soal cinta, hal ini pelik sekali sebenarnya. Orang yang tidak pernah mendengar bagaimana Nabi memberi makan orang buta yang sering menghardiknya , mungkin sebelumnya tidak mencintai Rasul. Orang yang tahu kalau seorang laki-laki ternyata tampan, kaya raya, cerdas, pintar, dan sopan mungkin jadi cinta karenanya. Orang yang tidak tahu bagaimana islam sesungguhnya, mungkin tidak akan mencintai pada agama ini. Semua itu berasal dari sekumpulan informasi. Orang yang tahu akan mudah jatuh cinta. Orang yang tidak tahu tidak akan pernah.
Maka semakin sering kita menstimulasi diri terhadap informasi, kita akan semakin cinta. Vice versa, semakin jarang kita ulik, semakin kecil kemungkinan untuk kita suka. Hal ini berlaku di segala hal. Termasuk mengenal agama, dan tuhan kita.