Senyum
Rasanya ingin membuncahkan semua isi kepala, tentang semua perbedaan pikiran dan semua kekeliruan pemahaman yang aku alami dua tahun terakhir, yang dalam konteks berbeda, menjadi sebuah penerimaan yang bagitu manis dan luar biasa.
Aku ingin mengatakan terimakasih kepada semua orang yang pernah bertemu dengan jalanku selama ini, yang bertemu baik secara online maupun nyata, karena harus kuterima, keduanya tetap saja hubungan antar manusia, bukan mesin ke mesin. Maaf untuk semua kesalahan, dan terimakasih atas semua pengertian yang kalian berikan. Aku mencintai kalian, dan semoga dalam beberapa kesempatan, kita dapat bertemu lagi di keadaan yang lebih baik.
Ada beberapa hal yang kupelajari akhir" ini, yang kutuliskan dengan senyum saat mengetiknya:
Yang pertama, bahwa kekayaan bukanlah sumber kebahagiaan, namun penerimaan hati diatas segalanya. Semua ketersinggungan material dan kebutuhan yang mendesak, barangkali membuat hidup kita terasa lebih sulit, tapi itu bukanlah alasan untuk membuat hati kita sempit. Terima kalau hidup memang bukan sesuatu yang sempurna, tapi kita bukan berarti tidak bisa bahagia. Ketenangan hati, dengan dzikir, percaya kalau Allah memberikan yang terbaik, dan selalu ada jalan perjuangan untuk kita dimanapun kita berada, bahkan di titik terburuk di hidup kita.
Yang kedua, jangan baper dengan teknologi. Dulu, masih kusinggung tentang bagaimana ruang chat group terasa hambar, diskusi terasa dingin, dan pembelajaran daring terasa hening. Namun begitulah keadaan. Bagaikan bergulirnya zaman, mungkin masa penjajahan punya ciri khas juga tentang sosialisasi manusia dibawah tekanan, peperangan yang menjadi berita biasa, dan pendidikan yang diperjuangkan lebih dari apapun. Di titik itu kita tahu, muncul para manusia hebat yang tidak berhenti dengan keterbatasan. Titik terendah mereka merupakan ladang perjuangan. Dan ketika pandemi menggerus semua kesempatan berkegiatan secara nyata dengan hal yang muncul diatas layar, akan ada manusia-manusia hebat yang tidak berhenti dengan keterbatasan yang ada. Mereka akan terus melakukan inovasi sekuat tenaga, memperjuangkan sesuatu yang menjadi nilai idealis mereka, dan semoga diantaranya adalah kita.
Yang ketiga, ketahuilah kalau kita tidak selamanya tinggal di dunia ini, dan tinggalkanlah hal-hal yang baik saja. Jika hati lepas dari ikatan dunia, lepas dari semua ketamakan tak berujung, lepas dari ketergantungan dengan pandangan orang lain, maka hati ini terlepas dari kesibukan dunia yang benar-benar menyesakkan dan tempat berkumpulnya semua kesedihan. Sudah kucicipi dunia, dan tak ada selain kekosongan yang kutemukan. Kukira dengan mempunyai semua yang kita mau maka akan terasa bahagia, tapi nyatanya hanya awal dari keinginan lain yang semakin menjadi-jadi. Hampir seperti poin pertama, bahwa penerimaan adalah nomor 1. Rasa qona’ah dan syukur, dan yang harus kita tahu bahwa hidup sederhana bukanlah aib.
Secara garis besar, masalah yang selalu berkaitan dengan sosialisasi manusia adalah challenge yang tidak bisa kita hindari. Kekecewaan terhadap manusia, merupakan bagian dari kehidupan di dunia. Tapi tenanglah. Ada manusia yang hampir selama hidupnya penuh dengan cobaan yang datang bertubi-tubi, namun lulus dengan semua ketabahan hati, sikap dan taqwa kepada Allah. Dan balasannya, adalah surga. Happy ending bagi mereka. Sekarang, kita masih hidup, dan di sisa kehidupan yang penuh dengan kekecewaan dan menyesakkan ini, sikap mana yang akan kita ambil? Karena impianku adalah happy ending, bukan bahagia sementara dan terjun bebas setelahnya.
Hiduplah, hiduplah, hiduplah di keadaan apapun dirimu sekarang. Tersenyumlah, dan pikirkanlah hal baik apa yang ingin kau tinggalkan untuk dunia. Mungkin masalah kita akan terus berdatangan, dan pucuk kebahagiaan masih sulit untuk terlihat sekarang. Tapi simpanlah impian untuk akhir yang baik, di keadaan apapun, dimana kau tenang untuk pergi, dan tak ada penyesalan untuk hal yang tidak bisa kau ulangi.